Oleh: Citra Rizky Handayani
Cerita
pendek atau cerpen merupakan bacaan yang menarik dan tentu saja cocok
untuk semua kalangan. Dengan ciri khas penggunaan bahasa yang kebanyakan
ringan untuk dibaca dan cerita yang tentu saja tidak berbelit-belit
sangat menarik bagi para pecinta karya sastra. Selayaknya buku kumpulan
cerpen yang lain, kumpulan cerpen
Manokwari ini berisikan berbagai ragam cerita pendek yang menggunakan
tema besar yaitu tentang cinta. Buku kumpulan cerpen pertama di
Manokwari ini hasil dari lomba menulis cerpen dengan tema “Cinta di
Manokwari” yang diselenggarakan oleh Komunitas Suka Membaca (KSM)
Manokwari dengan Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Papua Barat. Lomba
ini diikuti oleh berbagai kalangan penulis muda terutama pelajar dan
mahasiswa di lingkungan Manokwari. Dengan menggunakan nama kota tercinta
yang terletak di kepala burung pulau yang indah Papua yaitu Manokwari,
tentu saja sangat menarik perhatian saya sebagai “anak Manokwari” untuk
membaca buku ini.
“Obet…!!! Ko cepat bangun sudah, sebelum bapa siram ko dengan air got!”
Sepotong
percakapan di cerpen pembuka dalam buku ini yang berjudul “Cita-cita
Kecil untuk Bapa dan Mama” sangat meggambarkan bahwa buku ini tentu saja
mempunyai “rasa” yang sangat Papua. Penggunaan kalimat sa, ko, tong,
iyo, panipu, trada, dan berbagai percakapan yang tidak asing di telinga
saya menjadikan kumpulan cerpen ini begitu menarik untuk diikuti. Setiap
percakapan dalam empatbelas cerita di kumcer ini tidak terlepas dari
penggunaan dialek atau logat Papua yang begitu sering digunakan di
kehidupan sehari-hari, sehingga membuat setiap cerita dari buku ini
begitu menyenangkan untuk dibaca. Penggunaan latar tempat yang juga
tidak asing lagi seperti Pantai Bakaro yang terdapat dalam cerita
“Impian di tepi Bakaro”, Hadi Mall dan KFC Manokwari dalam cerita
“Yakobus”, Metro cafe dalam “Cinta Suzy”, dan juga Prafi dalam “Kenapa
Trada Kereta deng Delman e..”, termasuk juga setting tempat bertema
sekolah seperti SMA Negeri 1, SMP Negeri 3, Universitas Papua (UNIPA)
mampu membawa pembaca untuk masuk ke dalam setiap cerita dalam buku ini
dengan lebih mudah.
Berlatar
dari tema cinta, kumpulan cerpen ini mengangkat beragam kisah senang,
haru, lucu dengan sangat menarik. Cerita “Cinta Suzy” dan “Parfum
Fantasy” mengangkat tentang cinta di kalangan anak ABG, cerita cinta
monyet tentang Suzy dan Fauzy dan juga Vero dan Berto begitu ringan
mengalir dan sederhana untuk diikuti ala anak remaja yang notabene
menggemari serial teenlit. Selain cerita cinta remaja, kisah cinta yang
lain juga ada dalam buku ini. Seperti kasih sayang seorang dosen bernama
Oliv kepada mahasiswanya dalam “Sepotong Cinta buat Ma’am Oliv” dan
kasih seorang ibu kepada anak-anaknya sekalipun anak tersebut tidak
menuruti perintahnya dalam cerita “Kasih Ibu” turut memberikan warna
cerita buku ini. Tidak jauh dari lingkup besar tema cinta, cerita
“Pensil dan Penghapus untuk Nia” mengingatkan kita pada musibah di
Wasior yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Dikemas dalam cerita yang
menarik tentang bangkit kembalinya Nia yang sebatang kara dengan
dukungan dari orang-orang baru di sekitarnya sehingga mampu kembali
berdiri dan meraih cita mampu membuat saya ikut terbawa suasana haru
cerita.
Cerita
“Impian di tepi Bakaro” yang menjadi judul dari buku ini adalah cerita
favorit saya, dengan gaya bahasa yang baik, penulis menceritakan tentang
kisah mimpi Eva dan Yoel – seorang anak Doreri - yang mencatatkan
mimpinya di tepi Bakaro. Berjanji untuk meraih kesuksesan, Yoel yang
akhirnya mengambil studi di luar Manokwari pun harus berpisah dari Eva
dengan janji sederhana membawakan Eva sepasang sepatu ketika kembali
nanti. Hingga Yoel pun kembali ketika sudah sukses dan telah mengunjungi
beberapa negara kemudian bertemu dengan Eva yang tidak disangka juga
telah meraih kesuksesan dan melakukan kegiatan mulia yaitu mengabdi di
Manokwari untuk membantu meraih cita-cita anak Doreri yang lain. Ending
dari cerita yang sedikit tidak disangka membuat cerita ini semakin
menarik untuk dibaca berulang-ulang.
Selain
beberapa cerita diatas, cerita lain dalam buku ini juga menarik untuk
dibaca berulang kali. Kisah Yakobus yang lucu dalam mencari kekasih,
kisah si kembar Dina dan Dini dalam perjuangan menggapai cita-cita,
“Cinta Segi Empat Mince” dengan bumbu MOP yang segar, kisah haru dalam
”Asa di Ujung Senja” yang berdasarkan cerita nyata, dan cerita lainnya
dengan warna yang berbeda-beda. Banyak makna dari cerita dalam buku ini
yang bias dijadikan pelajaran seperti mengenai perjuangan meraih mimpi,
pengabdian, bagaimana sikap untuk saling menghargai antar manusia dan
tentu saja kebanggaan terhadap Kota Manokwari tercinta.
Kekurangan
dari buku ini adalah sedikitnya dilampirkan keterangan dari penggunaan
dialek Papua dalam setiap cerita, sehingga bagi mereka yang belum atau
tidak terbiasa dengan percakapan itu akan sedikit kesulitan untuk
memahami dan mengikuti cerita. Harapannya adalah buku mendatang nantinya
dapat diberikan keterangan atau arti dari penggunaan kata “lokal” agar
buku ini mampu juga menjadi santapan untuk semua kalangan dari semua
daerah dengan tidak menghilangkan “rasa” Papua.
Buku
ini sangat saya sarankan untuk dimiliki semua kalangan, terutama bagi
pecinta karya sastra di Manokwari, pejabat pemerintah, dan seluruh warga
yang ada maupun pernah tinggal di Manokwari. Sebagai salah satu bentuk
dukungan kepada bakat-bakat menulis dari putra dan putri Papua. Anak
Manokwari yang mungkin sedang meraih mimpi di luar Manokwari pun sangat
disarankan untuk memiliki buku ini sebagai sarana melepaskan rindu
kepada kota tercinta kita. Juga seluruh kalangan yang ingin mengetahui
kota Manokwari dan juga Papua (Barat) pada umumnya dari sisi yang
berbeda.
Sukses terus untuk seluruh penulis putra dan putri Manokwari!