Subscribe:

pulsa

Senin, 29 Juni 2015

kita kutub magnet yang senama

konon katanya rindu mempunyai banyak cara mencipta temu
entah muncul di depan pintu
atau sekedar terlihat di mata yang sedang tertutup
tapi ceritanya berbeda ketika rindu berada di antara kita
satu langkah mendekat
memundurkan langkahmu bahkan lebih dari selangkah
rindu tak pernah mencipta temu
semenjak saat itu
kutub kita saat ini telah senama
tak ada cara lagi buat saling sapa
tolak menolak
paling benar
mundur saja

Jumat, 26 Juni 2015

Magic

Berbicara tentang waktu adalah berbicara tentang keajaiban. Menarik dan tidak akan pernah habis untuk diobrolkan. Lebih panjang dari berbicara tentang cinta, yang konon katanya mempunyai arti sejuta. Waktu dan misterinya menjadi hal menarik yang seharusnya disadari sejak lama. Tapi ya sudah, sadar atau tidak waktu akan tetap berlari. Berlari dengan misterinya. Berlari dengan membawa keajaiban pada dirinya. Ikuti saja kakimu, ikuti saja hatimu. Waktu akan menciptakan banyak keajaiban. Seiring dengan langkah kakimu. Seiring dengan pilihan hatimu. :)

Kamis, 18 Juni 2015

A letter for you

Assalamu’alaykum wr. wb..

Salam..

Hai, Ibu Guru Yeni, Ibu Guru Lidya, Ibu Guru Cahaya, Ibu Guru Nia, Bapa Guru Pascal, Bapa Guru Angga, Bapa Guru Dwi, Bapa Guru Fadli. Bapa dan Ibu guru kesayangan murid-muridnya. Tidak ada maksud menulis surat panjang ini selain ingin berbagi cerita.

Bagaimana rasanya dipanggil Ibu? Ibu guru? Bapa? Bapa guru? Pasti menyenangkan sekali, bisa bertemu dan bercerita banyak hal di antara anak-anak. Mengajar dan bersenang-senang, bermain, tertawa. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari bertemu anak-anak dan mengajar. Setiap hari akan teringat betul dengan setiap tingkah lucu murid-murid kalian, yang pendiam, yang hiperaktif, yang pemalu, yang pemberani dan segala macam sifat yang melekat secara alami pada diri mereka. Diri-diri polos yang belum tersentuh berbagai permasalahan yang memusingkan, kadang membuat penat. Jiwa-jiwa yang lebih memilih untuk selalu mengikuti kemana kaki mereka melangkah, kemana hati mereka membawa. Anak-anak tetap saja anak-anak, senakal apapun mereka tetap saja mereka adalah jiwa-jiwa yang tidak bisa berhenti memberikan sebuah kenyamanan, ketenangan dan kebahagiaan. Senyum mereka menjadi obat mujarab dalam menghadapai kepenatan hidup akan rutinitas.

Ah, ya maaf saya langsung saja berceloteh panjang lebar tanpa memperkenalkan diri. Mungkin setelah membaca ini, kalian akan mencari tau yang mana sih dede? rajin banget ngerjain orang dengan nulis surat sepanjang ini. Haha. Maafkan saya. Perkenalkan nama saya dede, sebenarnya nama asli saya citra rizky handayani tapi keluarga dan banyak teman saya lebih senang memanggil dede dengan pelafalan sesuka mereka tapi tidak masalah juga kalau dipanggil citra. Orangtua saya mempunyai darah Jawa itu berarti saya pun secara tidak langsung teraliri itu. Tapi, saya lebih suka mengatakan kalau saya anak Papua. Dilahirkan, dibesarkan, dan disekolahkan sejak SD sampai SMA di kabupaten Manokwari membawa jiwa saya jauh mencintai tanah yang hebat ini. Papua. Tidak peduli kulit saya putih, pun tidak masalah dengan rambut saya yang lurus. Tetap saja, Aku Papua. Saya yakin, kawan-kawan lain pun banyak yang seperti saya. Mencintai tanah cendrawasih ini dengan hati yang benar-benar tulus. Meski kadang stempel “pendatang” masih sering menempel di diri kami. Tapi saya pribadi tidak peduli soal itu, karena yang saya tau kampung halaman saya ya disini di papua. J Saya jadi ngelantur gini. Kembali saja lagi. Diantara kita ada yang seumuran tapi ada juga yang lebih senior (read: takut ngomong tua :p) dari saya. Jadi sebelumnya mohon maaf kalau suratnya sedikit tidak sopan sebagai junior. Hehe..

Sejujurnya saya bingung memulai surat ini dari mana (padahal sudah 3 paragraf :p), terlalu banyak yang ingin saya sampaikan. Tapi mungkin saya akan mulai (kembali) dari pertama kali bertemu kalian. Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, saya adalah anak Manokwari salah satu kabupaten di Papua Barat yang saat ini menjadi ibu kota provinsi. Singkat cerita setelah menempuh pendidikan dan magang sebentar di Ibukota Negeri ini, saya pun harus menempuh konsekuensi ikatan dinas untuk mau ditempatkan dimanapun. Datanglah saya ke kota pala ini, Fakfak. Tepat di tanggal 2 Desember 2015. Agak berat memang, karena harus meninggalkan orangtua lagi. Seperti yang kalian tau, walaupun berada dalam satu provinsi jarak antar kabupaten di Papua tidak bisa ditempuh semudah di dataran jawa. Butuh waktu dan ya tentu saja biaya yang lebih.  Merantau lagi, akhirnya itu yang saya lakukan sekarang. Di kota ini, kota yang sebelumnya tidak pernah terbayang akan menjadi tempat saya mencari rezeki dengan bonus banyak kawan dan saudara baru. Fakfak.

Satu-dua bulan pertama saya habiskan dengan rutinitas yang membosankan, berhubung belum memiliki rumah sendiri saya pun harus mau menumpang di rumah salah satu keluarga di kota ini. Sebagai “orang numpang” tidak etis rasanya kalau saya sering keluar rumah. Makanya bersabar menjadi pilihan waktu itu, walaupun sebenarnya keinginan “mencari” begitu besar. Sejak berhasil mewujudkan keinginan saya untuk kuliah di luar Papua. Keinginan saya untuk mencari banyak hal baru meningkat begitu saja. Dunia luar yang terlihat baru dan sangat besar dimata saya, anak papua yang sejak kecil lingkungannya tertutup dalam lingkup itu dan itu saja. Membawa saya terlalu bersemangat mencari dan mencari terus, akhirnya mengenal dan bertemu banyak orang hebat di ibukota yang menjadi tujuan banyak orang di negeri ini. Membawa saya menerima begitu banyak pelajaran. Merantau memang sebuah cara mencari lebih banyak keajaiban. Dari situ juga saya memulai ritual pencarian saya disini. Saya mengawali dengan meminta tolong pada kenalan saya salah satu dari sekian banyak anak Papua yang menjadi inspirasi bagi saya kak dayu rifanto pendiri gerakan buku untuk papua yang pergerakannya sangat menakjubkan untuk dicarikan kawan dikota ini, dikenalkanlah saya dengan kak imanuel tepat di tanggal 7 februari 2015 melalui twitter (saya selalu mengawali pencarian banyak hal melalui media sosial dengan modal nekat). Perkenalan masih sebatas say hello, saya menunggu informasi selanjutnya seperti yang dijanjikan. Sampai pada akhirnya kesempatan untuk tinggal di rumah sendiri pun datang dan cerita sebenarnya pun dimulai. Tawaran untuk menghadiri pertemuan pun datang dari kak manu. Saya sedikit terlambat, ternyata pada bulan Januari baru saja ada perancangan kegiatan kelas inspirasi (waktu itu). Tapi tak masalah, mungkin memang bukan waktu yang tepat buat saya saat itu. Saya yang memang sangat suka berorganisasi kembali pada kebiasaan saya yang sok kenal sok akrab dan selalu nekat. Ketika tawaran dari kak manu datang, tidak peduli saat itu saya tidak tau dimana letak sanggar pramuka. Tidak peduli saat itu saya tidak mengenal satu pun orang, selain kak manu yang saya tau itupun hanya dari twitter. Tidak peduli apa yang saya hadapi disana, yang saya tau saat itu saya harus ikut. Singkat cerita, saya langsung mengiyakan. Walaupun sempat nyasar karena tukang ojek nya gak tau dimana itu sanggar pramuka. Haha.. Terlambat juga, karena pekerjaan kantor yang cukup banyak. Sesampai disana semua berjalan begitu saja, saya tidak “se-baru” yang saya bayangkan karena ternyata disana juga banyak yang “baru”. Perkenalan dan sok kenal saya, membawa saya pada sebuah keajaiban waktu yang lain. Saat itu saya tidak tau persis apa yang sedang dilakukan, apa yang sedang diomongkan. Semuanya masih abu-abu di kepala saya. Sangat abu-abu. Sampai saya mengiyakan saja untuk masuk tim MIN kayu merah dan mengikuti outbound (read: saat itu saya juga tidak punya bayangan dimana itu kayu merah?). Dengan gambaran kegiatan yang abu-abu, semuanya abu-abu. Saat itu saya hanya bermodal nekat dan keyakinan ini semua cuma masalah waktu. Bergabunglah saya.

Cerita keajaiban waktu, dimulai dari kegiatan outbound. Waktu yang dengan ajaib mempertemukan saya dengan kalian. Delapan pengajar muda. Salah satu dari banyak keinginan terbesar saya, menjadi pengajar muda. Saya begitu mencintai dunia mengajar, saya mencintai anak-anak, saya punya keinginan besar menjadi seorang guru, saya selalu merasa bahagia ketika bisa mengajar, saya kehilangan makna lelah ketika bisa mengajar. Tapi banyak hal yang tidak bisa diceritakan disini yang menghalangi saya untuk menjadi “Guru” dalam status. Kalian tau, apa yang pertama kali saya rasakan saat bertemu kalian? Saya iri. Sungguh rasa iri yang tiba-tiba muncul begitu saja. Saya cemburu sama kalian. Kalian yang bisa menjadi pengajar muda, dan kenapa saya tidak mendapat kesempatan itu? Untung saja itu tidak berlangsung lama, tidak lama karena semakin saya mengenal kalian saya menyadari satu hal. Mungkin saya memang tidak di “minta” untuk menjadi pengajar muda seperti kalian karena saya tidak semampu kalian memegang amanah itu dan Tuhan melalui waktu-Nya yang ajaib menunjukkan jalan lain yang harus saya lalui. Ada amanah lain yang harus saya pegang yang ternyata justru mempertemukan saya dengan kalian. Semuanya masih terasa ajaib, saya tidak pernah menyangka justru bisa berkawan dengan kalian. Delapan dari banyak orang pilihan. Di kota yang dibayangkan untuk ditinggali pun tidak pernah. Saya dan kalian mungkin memang tidak akrab, berkawan seadanya mungkin seperti itu kalau bisa diberi istilah. Tapi diberi kesempatan mengenal kalian itu sudah hal yang ajaib menurut saya.

Kalau kalian bertanya-tanya kemana arah tujuan surat ini, lupakan saja. Saya Cuma ingin menuliskan apa yang ada di kepala saya, mengalir begitu saja. Jika sampai saat ini kalian sudah mulai merasa bosan membacanya. Berhenti saja. Tidak masalah. J Tapi jika masih mempunyai waktu menanggapi tulisan saya yang kesana kemari ini. Mari saya lanjutkan, sedikit lagi.

Saya bukan tipe orang yang mudah akrab dengan orang lain. Cenderung jutek dan sedikit (dianggap) menyebalkan dalam berteman. Kurang suka ber-hahahihi, pun juga tergolong orang yang kurang pandai dalam berkawan. Saya hanya sebatas orang yang suka nekat. Itu sebabnya, saya tidak bisa cepat akrab. Seakrab yang lain. Walaupun ingin, jujur saja ingin sekali saya bisa duduk dan mendengar kalian bercerita tentang murid kalian. Mendengar kalian bercerita dengan ceria tentang uniknya anak didik kalian. Mendengar kebahagiaan kalian yang bisa diberi kesempatan mengajar di tempat yang mungkin kalian tidak pernah bayangkan sebelumnya. Mendengar perjuangan kalian hingga bisa menjadi pengajar muda. Mendengar banyak cerita menakjubkan dari kalian. Walaupun tentu saja ketika kalian menceritakan itu, saya mungkin akan iri. Tentu saja. Tapi jangan dipermasalahkan, saya memang seperti itu. J Saya tidak akan bertanya apapun, karena saya akan setia mendengar dan menyimak apapun cerita kalian. Sepanjang apapun. Tapi sayangnya waktu tidak mengijinkan itu. Dan saya pun tidak seberani itu untuk meminta kalian bercerita. Kalian sudah harus kembali bertemu keluarga yang sangat dirindukan, mengejar kembali cita-cita yang mungkin sempat tertunda. Waktu yang terlalu singkat bagi saya, walaupun sebenarnya kalian sudah lama. Mungkin salah saya juga yang tidak pernah bernyali untuk memulai bertanya. Lupakan saja. Diberi kesempatan untuk mengenal kalian saja sudah menjadi kebahagiaan tersendiri.

Kalian akan meninggalkan kota ini, dan diganti dengan mereka yang akan melanjutkan perjuangan kalian. Saya mungkin tidak berubah, akan tetap menyimpan iri pada mereka. Mereka yang tidak salah apa-apa. Haha.. Maafkan saya. Saya iri tidak berarti saya benci, saya cuma ingin kalian tau walaupun kalian memang mungkin sudah tau. Sebuah anugrah tersendiri bagi kalian yang diberi kesempatan seperti ini. Banyak orang lain seperti saya yang cemburu untuk itu. Untuk bagian ini tidak usah dipikirkan. Saya hanya terlalu mudah terbawa emosi pribadi. Haha.

Saya sebenarnya mau menutup surat ini, tapi tidak tau bagaimana harus menutupnya. Tapi harus ditutup karena ini semakin membosankan. Jika kalian menganggap surat ini berlebihan, tidak masalah. Karena saya memang terlalu sering bertindak berlebihan menurut beberapa kawan saya. :p Saya hanya susah mengungkapkan secara langsung. Terimakasih telah datang di kota ini. Terimakasih mau berkawan. Terimakasih untuk banyak pelajaran baru di waktu yang singkat. Maaf jika selama ini saya terlihat menyebalkan, seperti kak lidya yang selalu menegur tampang saya yang suka kehilangan senyum dan terlihat jutek. Saya memang seperti itu kak, bawaan orok udah default. Haha. :p Tapi hati saya gak jutek kok. :3 Terimakasih untuk sebuah pertemuan. Tidak usah khawatir tentang perpisahan, karena di setiap perpisahan akan ada pertemuan lain. Entah dengan kawan yang sama atau dengan lebih banyak kawan baru. Karena waktu tau persis kapan harus datang dengan segala keajaibannya. J Selamat berjuang ditempat lain. Terimakasih.

Fakfak,
Minggu, 15 Juni 2015

@dede_crh